Ada sekelompok kecil umat Islam berpendapat bahwa memperingati Maulid Nabi
SAW adalah bid’ah tercela, bahkan dituduh haram, dengan alasan Nabi SAW
tidak pernah melakukan dan tidak ada hadits shahih yang menganjurkan.
“Benarkah pendapat seperti ini, dan perlukah pendapat ini diikuti?”
Baiklah sebelum kita membahas masalah memperingati Maulid Nabi
SAW serta membahas dalil-dalil yang menunjukan bolehnya memperingati
Maulid yang mulia ini dan berkumpul dalam acara tersebut,ada beberapa
hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan perayaan maulid
Pertama,kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari
kelahirannya,melainkan selalu dan selamanya,di setiap waktu dan setiap
kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan,terlebih lagi pada bulan
kelahiran beliau,yaitu Rabi’ul Awwal,dan pada hari kelahiran beliau,hari
Senin
Tidak layak seorang yang berakal bertanya,“Mengapa kalian
memperingatinya? ”Karena, seolah-olah ia bertanya,“Mengapa kalian
bergembira dengan adanya Nabi SAW?” Apakah sah bila pertanyaan ini
timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan tersebut adalah
pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun
saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian,
“Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau,
saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya
mencintainya karena saya seorang mukmin”. Kedua, yang kita maksud dengan
peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan
mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan
orang-orang yang hadir,memuliakan orang-orang fakir dan orang-orang yang
membutuhkan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai
beliau. Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu
dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu yang dinyatakan
oleh nash-nash syariat secara jelas, sebagaimana halnya shalat, puasa,
dan ibadah yang lain. Tidak demikian. Peringatan Maulid tidak seperti
shalat, puasa, dan ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang
peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya
serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian
semampu kita, terutama pada bulan Maulid. Keempat, berkumpulnya orang
untuk memperingati acara ini adalah sarana terbesar untuk dakwah, dan
merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh dilewatkan.
Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan umat tentang Nabi,baik
akhlaqnya,hal ihwalnya, sirahnya,muamalahnya,maupun ibadahnya,di samping
menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan
mereka dari bala, bid’ah,keburukan,dan fitnah.
Jika peringatan maulid itu dalam rangka mengingat kembali sejarah
kehidupan Rasulullah saw., mengingat kepribadian beliau yang agung,
mengingat misinya yang universal dan abadi, misi yang Allah tegaskan
sebagai rahmatan lil ‘alamin. Ketika acara maulid seperti demikian,
alasan apa masih disebut dengan bid’ah? dan setiap bid’ah pasti sesat,
dan setiap yang sesat pasti masuk neraka, tidak semuanya benar.! Sebagai
pembuka dalam pembahasan memperingati Maulid Nabi SAW,ada baiknya kita
kutip perkataan seorang ulama kharismatik dari Universitas Al-Azhar
Mesir Imam Mutawalli Sha`Rawi dalam bukunya al-Fikr Ma’idat al-Islamiyya
” Jika makhluk hidup bahagia atas kelahiran Nabi nya itu dan semua
tanaman senang atas kelahirannya, semua binatang senang atas
kelahirannya semua malaikat senang atas kelahirannya, dan semua jin
senang atas kelahirannya, mengapa engkau mencegah kami dari yang bahagia
atas kelahirannya? “ (untuk menjawab pendapat orang orang yang tidak
memperbolehkan perayaan Maulid Nabi).
Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT
kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat
kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“ Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan
itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan. ’” (QS.Yunus:58).
Dari latar belakang ini lah umat islam merasakan kebahagian luar
biasa atas kelahiran nabi dan memperingatinya setiap tahunnya, bahkan
pada saat ini di setiap negara muslim, kita pasti menemukan orang-orang
yang merayakan ulang tahun Nabi yang disebut dengan hari Maulid Nabi.
Hal ini berlaku pada mayoritas umat islam di banyak Negara misalnya
sebagai berikut: Mesir, Suriah, Libanon, Yordania, Palestina, Irak,
Kuwait, Uni Emirat, Saudi Arabia (pada sebagian tempat saja) Sudan,
Yaman, Libya, Tunisia, Aljazair, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia,
Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan,
Uzbekistan, Turkestan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura,
dan sebagian besar negara- negara Islam lainnya. Di negara-negara
tersebut bahkan kebanyakan diperingati sebagai hari libur nasional.
Semua negara-negara ini, yaitu duwal islamiyah, merayakan hari
peringatan peristiwa ini. Bagaimana bisa pada saat ini ada sebagian
minoritas yang berpendapat dan mempunyai keputusan bahwa memperingati
acara maulid Nabi adalah sebuah keharaman dan bid’ah yang sebaiknya di
tinggalkan oleh umat islam. Hukum perayaan maulid telah menjadi topik
perdebatan para ulama sejak lama dalam sejarah Islam, yaitu antara
kalangan yang memperbolehkan dan yang melarangnya karena dianggap
bid’ah.
Hingga saat ini pun masalah hukum maulid, masih menjadi topik hangat
yang diperdebatkan kalangan muslim. Yang ironis, di beberapa lapisan
masyarakat muslim saat ini permasalahan peringatan maulid sering
dijadikan tema untuk berbeda pendapat yang kurang sehat, dijadikan topik
untuk saling menghujat, saling menuduh sesat dan lain sebagainya.
Bahkan yang tragis, masalah peringatan maulid nabi ini juga menimbulkan
kekerasan sektarianisme antar pemeluk Islam di beberapa tempat. Untuk
lebih jelas mengenai duduk persoalan hukum maulid ini, ada baiknya kita
telaah kembali sejarah pemikiran Islam tentang perayaan Maulid ini dari
pendapat para ulama terdahulu dan menelisik lebih jauh awal mula tradisi
perayaan Maulid ini. Tentu saja tulisan ini tidak memuat semua pendapat
ulama Islam, tetapi cukup dapat dijadikan rujukan untuk membuat sebuah
peta pemikiran dalam memahi hakikat Maulid secara komprehensif dan
menyikapinya dengan bijaksana.
SEJARAH MAULID NABI
Memang benar Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seremoni
peringatan hari lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash
yang menerangkan bahwa pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian
ahli sejarah mengatakan 9 Rabiul Awwal), Rasulullah SAW mengadakan
upacara peringatan hari kelahirannya. Bahkan ketika beliau sudah wafat,
kita belum pernah mendapati para shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga
para tabi`in dan tabi`it tabi`in. Menurut Al-Sakhowi, al-Maqrizi
Al-Syafi’i (854 H) dalam bukunya “Al-Khutath” menjelaskan bahwa maulid
Nabi mulai diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyah di
Mesir. Dinasti Fathimiyyah mulai menguasai Mesir pada tahun 358 H
dengan rajanya Al-Muiz Lidinillah, Namun sebenarnya menurut DR.N.J.G.
Kaptein peneliti sejarah kebudayaan Islam dari Leiden University sumber
asli yang menyebutkan tentang Maulid Nabi pada zaman tersebut sudah
hilang. Konsekuensinya, perayaan Maulid pada zaman Fathimiyyah hanya
diketahui secara tidak langsung dari beberapa sumber sejarawan yang
hidup belakangan seperti Al-Maqrizi yang hanya melacak dari kitab yang
telah hilang dari ulama zaman Fathimiyyah yaitu Ibnu Ma’mun ( Nama
lengkapnya adalah Jamaluddin ibn Al-Ma’mun Abi Abdillah Muhammad ibn
Fatik ibn Mukhtar Al-Bata’ihi dilahirkan sekitar sebelum tahun 515 H.
Ayahnya adalah seorang wazir dinasti Fathimiyyah) dan Ibnu Tuwayr (Nama
lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdus Salam Al-Murtadho ibn Muhamammad
ibn Abdus Salam ibn Al-Tuwayr Al-Fahrani Al-Qaysarani(525/1130-617/1220)
seorang ulama dan sejarawan Mesir di antara kitabnya adalah Nuzhatul al
maqtalaini fi akhbar al duwalataini al fatimiyyah wa sholahiyyah) Ibnu
Al-Ma’mun.Kitab Sejarah yang paling awal menyebutkan tentang maulid di
zaman Fathimiyyah adalah kitab karangan Ibn Al-Ma’mun. Sebenarnya kitab
ini sudah hilang tetapi ada beberapa penulis yang menggunakan sumber
dari hasil karya beliau di antaranya adalah Ibn Zafir (Wafat 613/1216
)[7], Kedua Ibn Muyassar(677/1277), ketiga Ibn Abd Al Zahir(w 692/1292).
Tetapi yang paling banyak menggunakan sumber dokumentasi sejarah Ibn
Ma’mun adalah sejarawan Al-Maqrizi Al-Syafi’i.Dalam beberapa bagian
dalam kitab Khutat, Ibn Al-Ma’mun adalah salah satu sumber yang paling
penting tentang deskripsi acara acara yang dilakukan oleh Dinasti
Fathimiyyah seperti perayaan hari besar, festival, upacara dan
sebagainya. Karena Ibn Al-Ma’mun adalah saksi hidup sebagai anak dari
seorang wazir yang biasa menyelenggarakan banyak kegiatan perayaan dan
seremonial kerajaan.Maulid di kenal kala itu dengan kata “Qala”. Ibn
Al-Ma’mun berkata : sejak Afdhal Syahinsyah ibn Amirul Juyusy Badr
al-Jamali menjadi wazir dia menghapus empat perayaan maulid yaitu maulid
Nabi, Ali, Fatimah, dan imam yang saat itu memerintah. Sampai dia wafat
tahun 515H barulah perayaan Maulid Nabi diselenggarakan lagi seperti
dahulu oleh khalifah Al-Amir dan itu diteruskan sampai sekarang. Ibn
Al-Tuwayr.Sumber kedua dari informasi perayaan Maulid pada zaman
Fatimiyah adalah Ibn Al-Tuwayr. Penulis yang banyak menggunakan tulisan
dia sebagai sumber sejarah adalah di antaranya adalah Ibn Al-Furat
(807H), Ibn Khaldun (808H), Ibn Duqmaq (809H), Al-Qashashandi (821H),
Al-Maqrazi (845H), Ibn Hajar Al-Asqalani (874H), Penulis-penulis
tersebut menggunakan sumber informasi Ibn Tuwayr untuk mengkaji
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada era Dinasti Fathimiyyah. Beberapa
peristiwa sejarah penting tentang sebuah perayaan terdapat di dalam
dokumennya yang disebut mukhlaqat yang kemudian dicatat oleh para
sejarawan selanjutnya seperti Al-Maqrizi yang kitab nya bisa kita baca
pada zaman sekarang.Ibn Al-Tuwayr berkata, perayaan Maulid saat dinasti
Fathimiyyah itu ada enam perayaan dan di antaranya adalah perayaan
Maulid Nabi, Ali Bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husein, dan Khalifah
yang saat itu memerintah. Ketika 12 Rabiul Awal datang, di beberapa
tempat diadakan acara besar seperti membaca Al-Qur’an, pengajian di
beberapa masjid dan mushola, dan beberapa majelis juga ikut untuk
merayakannya. Sedangkan Ibnu Katsir dalam kitab tarikhnya bidayah wa
nihayah, diikuti oleh Alhafiz Imam Suyuthi dalam Husn Al-Maqsid Fi ‘Amal
al-Maulid juga pendapat yang dikuatkan oleh Prof Dr Sayyid Muhammad
Alwi Al maliki dalam kitabnya Haula al Ihtifal bil Maulidi Nabawy As
Syarif, menurut mereka yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi adalah
seorang Raja Irbil (Saat itu gubernur terkadang di sebut malik atau
amir. Irbil saat itu adalah propinsi masuk dalam Dinasti
Ayyubiyyah.Irbil saat ini masuk dalam wilayah Kurdistan Iraq) yang
dikenal keshalehannya dan kebaikannya dalam sejarah Islam yaitu Malik
Muzhaffaruddin Abu Said Kukburi ibn Zainuddin Ali Ibn Tubaktakin pada
tahun 630 H. Beliau adalah seorang pembesar dinasti Ayyubiyah yang
kemudian dia mendapatkan mandat untuk memerintah Irbil pada tahun 586 H.
Ibn Katsir bercerita mengatakan: “ Malik Muzhaffaruddin mengadakan
peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya
secara besar-besaran. Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al- Jauzi bahwa
dalam peringatan tersebut Malik Muzhaffaruddin mengundang seluruh
rakyatnya dan seluruh para ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama
fiqh, ulama hadits, ulama kalam, ulama ushul, para ahli tasawwuf dan
lainnya. Sejak tiga hari sebelum hari pelaksanaan beliau telah melakukan
berbagai persiapan. Ia menyembelih 15.000 ekor Kambing, 10.000 ekor
Ayam, 100 Kuda, 100 ribu keju, 30 ribu manisan untuk hidangan para tamu
yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Setiap tahunnya
perayaan ini menghabiskan 300.000 Dinar. Perayaan ini diisi oleh
ulama-ulama serta tokoh-tokoh sufi dari mulai Dzuhur sampe Subuh dengan
ceramah-ceramah dan tarian-tarian sufi. Segenap para ulama saat itu
membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh raja Al-Muzhaffar
tersebut. Mereka semua mengapresiasi dan menganggap baik perayaan Maulid
Nabi yang digelar besar-besaran itu. Menurut ibn khalIikan, perayaan
tersebut dihadiri oleh ulama dan sufi-sufi dari tetangga irbil, dari
Baghdad, Mosul, Jaziroh, Sinjar, Nashibin, yang sudah berdatangan sejak
Muharram sampai Rabiul Awwal. Pada awalnya Malik Muzhaffaruddin
mendirikan kubah dari kayu sekitar 20 kubah, di mana setiap kubahnya
memuat 4-5 kelompok, dan setiap bulan Safar kubah-kubah tersebut dihiasi
dengan berbagai macam hiasan indah, di setiap kubah terdapat sekelompok
paduan suara dan seperangkat alat musik, pada masa ini semua kegiatan
masyarakat terfokus pada pelaksanaan acara pra-maulid dan mendekorasi
kubah-kubah tersebut. Ibn Khallikan juga menceritakan bahwa Al-Imam
Al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam untuk selanjutnya
menuju Irak, ketika melintasi daerah Irbil, beliau mendapati Malik
Muzhaffaruddin , raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap
perayaan Maulid Nabi. Oleh karenanya al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian
menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “At-Tanwir Fi
Maulid Al-Basyir An- Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada
Raja Al-Muzhaffar. Perayaan itu dilaksanakan 2 kali dalam setahun,
yaitu pada tanggal 8 Rabiul Awal dan 12 Rabiul Awal, karena perbedaan
pendapat ulama dalam Maulid Nabi. Di Indonesia, terutama dipesantren,
para kyai dulunya hanya membacakan syi ’ir dan sajak-sajak itu, tanpa
diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan
momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini
sebagai media dakwah dan pengajaran Islam.Akhirnya ceramah maulid
menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi
murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba
memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka,
tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial,
santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan
kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat. Sekalipun dalam
dua pendapat ini menyatakan bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dilakukan
pada permulaan abad ke 4 H dan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah,
para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak berarti hukum
perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu yang haram. Karena segala
sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah atau tidak pernah
dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan dengan ajaran
Rasulullah sendiri sebagaimana yang akan kami terangkan secara detail
nanti pada Pembahasan hukum merayakan Maulid Nabi.
DALIL-DALIL MAULID NABI
Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagaimana ada banyak alasan dan argumentasi pula untuk tidak merayakan tradisi ini.Diantara dalil-dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah:
Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagaimana ada banyak alasan dan argumentasi pula untuk tidak merayakan tradisi ini.Diantara dalil-dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah:
1. Firman Allah SWT:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“ Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan
itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan. ’” (QS.Yunus:58).
Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya,
sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut
dalam Al-Quran, “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat
bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’: 107). Dalam sebuah hadist
disebutkan:
وذكر السهيلي أن العباس بن عبد المطلب رضي الله عنه قال : لما مات أبو
لهب رأيته في منامي بعد حول في شر حال فقال ما لقيت بعدكم راحة الا أن
العذاب يخفف عني كل يوم اثنين قال وذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد
يوم الإثنين وكانت ثويبة بشرت أبا لهب بمولده فاعتقها .
As-Suhaeli telah menyebutkan” bahawa Abbas bin Abdul mutholibmelihat
abu lahab dalam mimpinya,dan Abbas bertanya padanya,”Bagaimana
keadaanmu? Abu lahab menjawab, di neraka, cuma setiap senin siksaku
diringankan karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku
atas kelahiran Rasul saw.”(shahih bukhari hadits no.4813, sunan Baihaqi
al-kubra hadits no.13701, syi’bul Iman no.281, fathul Baari al-Masyhur
juz 11 hal431)
Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan
dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan
kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman
Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam
Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan
karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya
diringankan setiap hari Senin tiba. Demikianlah rahmat Allah terhadap
siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap
orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah
merahmati, karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah
kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?
2. Beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada
Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.Rasulullah
SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa
setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk
mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻗَﺘَﺎﺩَﺓَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻱِّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ: ﺃَﻥَّ
ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦْ ﺻَﻮْﻡِ
ﺍﻟْﺈِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻓَﻘَﺎﻝَ” :ﻓِﻴْﻪِ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻲَّ . ﺭﻭﺍﻩ
ﻣﺴﻠﻢ
“ Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah
ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari
itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku. ” (H.R. Muslim)
3. Firman Allah :
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.. (Hud :120)” Dari ayat
ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk
meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh
untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih
dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya
4. Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat,
dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً)الأحزاب
( “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi.
Wahai orang-orang yang beriman,bershalawatlah kalian untuknya dan
ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut
oleh syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak
manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya
5. Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk
membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari ‘at Islam.
Rasulullah bersabda:
ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓﻲِ ﺍْﻹِﺳْـﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨـَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ
ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ
ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ (ﺭﻭﺍﻩﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ )
“Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebua perkara baik
maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia
juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa
berkurang pahala mereka sedikitpun “. (HR.Muslim dalam kitab Shahihnya).
Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad
untuk merintis perkara-perkara baru yang baik yang tidak bertentangan
dengan al-Qur ‘an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’.
Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali
tidak menyalahi satu- pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan
demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk
mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid
Nabi, berarti telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan
kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum
pernah ada pada masa Nabi.
6. Dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau,
mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau.
Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk
meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya.
Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.
7. Peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan
menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan
sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.Dulu, di masa
Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah
yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan
memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau
ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan
orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang
mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan
manarik kecintaannya dan keridhaannya.
8. Mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya
(kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul
sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna
kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.Manusia itu diciptakan
menyukai hal-hal yang indah, balk fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu
maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang
lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan
perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal
yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga
merupakan tuntutan agama.
9. Mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari
kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan,
berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir,
adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling
nyata.
10. Dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan
bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Adam diciptakan:”
Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan.
Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang paling utama dan
rasul yang paling mulla?
11. Peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para
ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua
tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang
diambil dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang
dipandang balk oleh kaum muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa
yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”
12. Dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir,
sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang
dituntut oleh syara’ dan terpuji.
13. Tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada
di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk
dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu (yang
belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalii-dalil syara’.
14. Tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah
pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan
penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya
para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar
ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan
shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.”
Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan
bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan.
15. Peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah
SAW, sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang
balk), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah
kulliyyah (yang bersifat global).Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika
kita hanya memandang bentuknya, bukan perinaan-perinaan amalan yang
terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas),
karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.
16. Semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi
perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena, apa
yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh
syara’.
17. Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru (yang belum ada
atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah,
sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah
yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan
dengan yang tersebut itu, adalah terpuji
18. Setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak
dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu
kemunkaran,itu termasuk ajaran agama.
19. Memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan
(kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam
Islam. Sebagaimana yang Anda lihat, sebagian besar amaliah haji pun
menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah
lalu.
20. Semua yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara
syariat peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah pada peringatan-peringatan
yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar yang tercela, yang wajib
ditentang. Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang
disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki
dan perempuan, dilakukannya perbuatanperbuatan yang terlarang, dan
banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhai
Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tetapi
keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan
pada hal-hal yang terlarang tersebut.
Demikian pembahasan tentang Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. semoga bermanfaat.
0 Response to "Dasar Hukum Merayakan Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW"
Post a Comment